BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyebaran agama
Islam di Indonesia dimulai dari para bangsa Arab, Cina, dan Persia yang datang
ke Indonesia dengan
tujuan untuk berdagang. Dalam perjalanannya menuju Indonesia, para pedagang mengalami banyak
proses disetiap daerah, terutama di Pulau Jawa. Agama Islam berangsur-angsur
berkembang menjadi agama paling besar di Jawa karena dibeberapa titik temu
perdagangan laut Internasional terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jadi, penyebaran Islam di Jawa dibawa
para pedagang melalui jalur laut. Meluasnya penyebaran agama Islam dengan menyerang dan merebut
kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Menjelang akhir abad
ke-15 seiring dengan
kemuduran Majapahit, secara praktis beberapa wilayah kekuasaannya mulai
memisahkan diri. Bahkan wilayah-wilayah yang tersebar atas kadipaten-kadipaten
saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Runtuhnya
Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu di Pulau Jawa berganti dengan berdirinya
Kerajaan Demak yang menyebarluaskan agama Islam di Pulau Jawa.
Menurut tradisi
Jawa, Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit, kemudian
muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran Majapahit.
Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan
Indonesia pada umumnya. Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah awal berdirinya Kerajaan Demak?
2.
Di mana letak Kerajaan Demak?
3.
Bagaimana kehidupan politik, sosial budaya dan ekonomi Kerajaan Demak?
4.
Bagaimana Kerajaan Demak dapat mengalami Masa Keemasan?
5.
Apa penyebab keruntuhan
Kerajaan Demak?
C.
Tujuan Penulisan
Mengulas, mengungkap serta membahas
kembali mengenai munculnya Kerajaan Demak di Pulau Jawa. Dan memberikan
gambaran mengenai masuknya Islam pada masa Kerajaan Demak.
D.
Manfaat Penulisan
Agar menjadi bahan acuan bagi pembaca ketika akan menulis karya
ilmiah yang benar dan sistematis. Dan memberi pengetahuan kepada setiap pembaca
mengenai Kerajaan Demak.
E.
Metode dan Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode tinjauan
pustaka sebagai acuan analisa yang berlangsung. Sebagai rujukan, penulis mengkaji beberapa
buku yang membahas tentang Kerajaan Demak, ditambah lagi dengan beberapa artikel yang
peroleh dari website. Dan makalah ini
bersifat deskriptif analisis.
Sistematika penulisan
makalah diawali dengan Bab I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode dan sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan, merupakan inti makalah yang membahas tentang masuknya Islam
pada masa Kerajaan Demak. Dan diakhiri dengan Bab III Penutup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal Kerajaan Demak
Awal berdirinya Kerajaan Demak dimulai dari
runtuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning
Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M yang disebabkan karena perang
saudara sehingga wilayah kekuasaannya memisahkan diri.[1]
Sementara Demak yang berada di wilayah utara pantai Jawa muncul sebagai kawasan
yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan penganti
langsung dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Islam
yang pertama di Jawa adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M, oleh Raden Fatah.
Dari gelarnya, yaitu raden, dapat
diduga ia bertalian darah dengan penguasa lama.
Pada awal abad
ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di China mengirimkan seorang putri
kepada raja Brawijaya V di Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Putri yang cantik jelita dan pintar ini segera mendapat tempat istimewa di hati
raja. Raja Brawijaya sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita,
hingga membawa banyak pertentangan dalam istana Majapahit. Pasalnya sang putri
telah berakidah tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang
berasal dari Champa (sekarang bernama Kamboja), masih kerabat Raja Champa. Sang
permaisuri memiliki ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu.
Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri cantik ini dari istana.
Dalam keadaan mengandung sang putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya
Damar. Raden Fatah
dilahirkan dari rahim sang putri Cina di
Palembang. Nama kecil Raden Fatah adalah pangeran Jimbun. Karena Arya
Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi
pemuda yang taat beragama Islam. Pada
masa mudanya Raden Fatah memperoleh pendidikan yang berlatarbelakang
kebangsawanan dan politik, 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati
Palembang.[2]
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah
menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau
Jawa ditemani Raden Kusen (Adik Tiri Raden Fatah). Sesampainya di Jawa, keduanya
berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke
Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan
Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.
Semakin lama Pesantren Glagahwangi
semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir kalau
Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat
menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen
menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya (diidentifikasi sebagai
Brawijaya V) merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai
putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi
diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari
Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477
sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di
Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel),
Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro).[3]
B.
Letak Kerajaan Demak
Letak Kerajaan Demak
Peta Kerajaan Demak[4]
Kerajaan Demak bernama Bintoro
yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang
ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai). Letak Demak sangat
menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu
wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya
selat itu rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal
dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas untuk berlayar ke Rembang.
Tetapi sudah sejak abad XVII
jalan pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat. Pada abad XVI agaknya Demak
telah menjadi gudang padi dari daerah pertanian di tepian selat tersebut.
Konon, kota Juwana merupakan pusat seperti itu bagi daerah tersebut pada
sekitar 1500. Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh
Gusti Patih, panglima besar Kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya
merupakan perlawanan terakhir kerajaan yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya
Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah
pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama
lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara. Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman
dahulu pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi
pula, persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat
ditambah oleh para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka
menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging dan Pajang.[5]
C.
Raja- Raja Kerajaan Demak
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang
ada didaerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Berdirilah Kerajaan Demak
sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah
Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.
1.
Raden Fatah
Raden Fatah
Foto Raden Fatah[6]
Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah
pemerintahan Raden Patah, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena
memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil beras. Oleh karena itu, Kerajaan
Demak menjadi kerajaan agraris-maritim.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan Kerajaan
Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah
di Kalimantan.
Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting
seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkembang menjadi
pelabuhan Transito (penghubung). Kerajaan
Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam.
Jasa para Wali dalam penyebaran agama Islam sangatlah besar, baik di Pulau Jawa
maupun di daerah-daerah diluar Pulau Jawa, seperti di daerah Maluku yang
dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh
seorang penghulu dari Demak yang bernama Tunggang Parangan.
Pada masa pemerintahan Raden Fatah, dibangun Masjid Demak
yang proses pembangunan masjid itu dibantu oleh para wali atau sunan. Raden Fatah tampil sebagai raja
pertama Kerajaan Demak. Ia menaklukan Kerajaan Majapahit dan memindahkan
seluruh benda upacara dan pusaka Kerajaan Majapahit ke Demak. Tujuannya, agar
lambang Kerajaan Majapahit tercermin dalam Kerajaan Demak..[7]
2.
Adipati Unus
Adipati Unus
Foto Adipati Unus[8]
Setelah Raden Fatah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh
Adipati Unus adalah putra sulung dari Radern Patah. Ia memerintah Demak dari
tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, karena ia
meninggal dalam usia yang masih muda dan tidak meninggalkan seorang putera
mahkota. Adipati unus meninggal saat melakukan peryerbuan ke Malaka melawan
Portugis.
Sejak tahun 1509
Adipati Unus anak dari Raden Fatah, telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun
pada tahun 1511 telah didahului Portugis tetapi Adipati Unus tidak mengurungkan
niatnya.
Pada tahun 1512, Demak mengirimkan armada perangnya menuju
Malaka. Namun setalah armada sampai dipantai Malaka, armada pangeran Sabrang Lor
dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh menantu Sultan Mahmud,
yaitu Sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun
1521 oleh pangeran Sabrang Lor atau Adipati Unus. Tetapi kembali gagal, padahal
kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan. Selain itu, dia berhasil
mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan Kerajaan Majapahit
yang beragama Hindu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerjasama
dengan orang-orang Portugis. Adipati Unus (Patih Yunus) wafat pada tahun 938
H/1521 M.[9]
3.
Sultan Trenggana
Foto Sultan Trenggana[10]
Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M.
Dibawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan
Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat.
Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa
Barat dibawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya
antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini
bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Padjajaran.
Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan
kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta
(berarti kemenangan penuh). Peristiwa
yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari
jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas
kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu
persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, seperti Maduin, Gresik, Tuban dan
Malang. Akan tetapi, ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana
gugur. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya
dengan kekerasan ternyata gagal. Dengan demikian, maka Sultan Trenggana
berkuasa selama 42 tahun. Di masa jayanya,
Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan Gunung Jati,
Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam seperti itu
sebelumnya telah diberikan kepada Raden Fatah, yaitu setelah ia berhasil
mengalahkan Majapahit.[11]
D.
Peristiwa Penting Kerajaan Demak
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung
Raden Fatah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi
perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Fatah. Persaingan ketat anatara
Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya Kerajaan Demak mampu
dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh
pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya Sultan Trenggana manjadi sultan kedua di
Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak
keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur.
Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu
di Cirebon. Tetapi Kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak
berubah menjadi Kesultanan Pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat
putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua
laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan
pangeran Kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari
Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang
terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan
Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen
pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang
bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada
tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu
Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut
Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada
masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke
Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak.
Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara
Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan Prawoto
gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan
masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak
pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging
bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh
Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan
kematian Kalinyamat, maka janda dari pangeran Kalinyamat membuat sayembara.
Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku
dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat.
Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik
ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki
Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat
ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah
pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.[12]
E.
Kehidupan Ekonomi
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian
materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan
nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam
kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil
rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian
barat. Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga
didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir
pantai Pulau Jawa. Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman,
maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah
satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan
perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh
keuntungan di bidang ekonomi.
F.
Kehidupan
Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak
lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah
pusat penyebaran Islam di Pulau Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak
menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria,
Sunan Kudus dan Sunan Bonar. Para wali tersebut memiliki peranan yang penting
pada masa perkembangan Kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi
penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara
raja/bangsawan/para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut,
tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun
Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
diantara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal
yang menarik yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Demak. Salah satunya
adalah Masjid Demak, dimana salah satu tiang utamanya terbuat dari
pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas
pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan
Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw)
yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon. Hal tersebut menunjukan adanya
akulturasi kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam.[13]
Setelah
Demak berkuasa kurang lebih setengah abad, ada beberapa hasil peradaban Demak
yang sampai saat ini masih dapat dirasakan.
1.
Sultan Demak, Senopati
Jimbun pernah menyusun suatu himpunan undang-undang dan peraturan di bidang
pelaksanaan hukum. Namanya: Salokantara, sebagai kitab hukum, maka didalamnya
antara lain menerangkan tentang pemimpin keagamaan yang pernah menjadi hakim. Mereka
disebut dharmahyaksa dan kertopapatti.
2.
Gelar pengulu (kepala), juga
sudah dipakai disana, yang sudah dipakai Imam di Masjid Demak. Hal in juga
terkait dengan orang yang terpenting disana, yaitu nama Sunan Kalijaga. Kata
Kali berasal dari bahasa Arab Qadli, walaupun hal itu juga dikaitkan dengan
nama sebuah sungai kecil, Kalijaga di Cirebon. Ternyata istilah Qadli, pada
masa-masa selanjutnya dipakai oleh imam-imam masjid.
3.
Bertambahnya bangunan-bangunan
militer di Demak dan ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI.
4.
Peranan penting Masjid Demak
sebagai pusat peribadatan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Dengan Masjid, umat
Islam di Jawa dapat mengadakan hubungan dengan
pusat-pusat Islam Internasional di luar negeri (di Tanah Suci, maka dengan kekhalifahan
Ustmaniyah di Turki).
5.
Munculnya kesenian seperti
wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat, pembuatan keris, dan
hikayat-hikayat Jawa yang dipandang sebagai penemuan para wali yang sezaman
dengan Kerajaan Demak.
6.
Perkembangan sastra Jawa yang
terpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa yang mungkin
sebelumnya tidak di Islami, maupun pada masa-masa
selanjutnaya “di Islamkan”.
Kemajuan
Kerajaan Demak dalam berbagai bidang tidak bisa dilepaskan dari peran serta
Islam dalam menyusun dan membentuk pondasi Kemasyarakatan Demak yang
lebih Unggul. Disamping itu peran serta para
pemimpin dan para Wali juga turut membantu kejayaan Kerajaan Demak.
G.
Masa
Keemasan Kerajaan Demak
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang
berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak
sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa
terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian
beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka. Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti
merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana
(1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang
(1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau
Jawa (1527, 1546).
Trenggana meninggal pada tahun 1546
dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian
digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalahFatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu
raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah
oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri.
Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam
penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.[14]
H.
Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah wafatnya Sultan
Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat di keraton Demak.
Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak mengakui
lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri timbul pertentangan di antara para waris
yang saling berebut tahta. Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan
Trengggana adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan
Prawoto yang berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang
beranama Arya Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak
tinggal diam karena ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto
dengan beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik
tahta. Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa lama karena ia kemudian di
kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya
Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya
dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya
serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat
menghormati orang-orang yang telah berjasa. Terutama kepada orang-orang yang
dahulu membantu pertempuran melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan
mendapatkan tanah Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya
diangkat menjadi bupati di daerah-daerah tersebut.
Sutawijaya, putra Kyai Ageng
Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam menaklukan Arya
Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan
wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan
Hadiwijaya wafat. Putranya yang bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi
penggantinya. Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra
Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu
dapat digagalkan oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya.
Pengeran Benawan menyadari
bahwa dirinya lemah, tidak mampu mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi
musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang
kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya
telah menjabat bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke
Mataram.
I.
Peninggalan Kerajaan Demak
Masjid
Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau
Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak + 26 km dari
Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara.
Masjid Agung Demak[15]
Masjid
ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.
Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur
tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik,
mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat
peribadatan dan ziarah.
Penampilan
atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari
tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat
“Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro
Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden
Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik
ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo
Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka.
Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti
angka 4 ( empat ), badan bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka
1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.
Di museum
ini utamanya disimpan bagian-bagian soko guru yang rusak (sokoguru Sunan
Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan
Ampel), sirap, kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong
(tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad XIV, pintu
bledeg buatan Ki Ageng Selo yang merupakan condrosengkolo berbunyi Nogo Mulat
Saliro Wani yang berarti angka tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H,
foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga
dari kristal dan kaca hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30
juz tulisan tangan, maket masjid Demak tahun 1845 – 1864 M, beberapa prasasti
kayu memuat angka tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga,
lampu robyong masjid Demak yang dipakai tahun 1923 – 1936 M.
Peninggalan
Kerajaan Demak yang masih tersimpan di Museum Masjid Agung meliputi:
1. Soko
Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda
purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada
Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475
M.
2. Pawestren,
merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat
menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap (
genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana
4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke
kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat pada zaman K.R.M.A.Arya
Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah atau Kholwat yang
menerakan tahun 1866 M.
3. Surya
Majapahit, merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa
Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan
Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 tahun
Saka, atau 1479 M.
4. Maksurah,
merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai
estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam
masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya
memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka
tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A.
Aryo Purbaningrat.
5. Pintu
Bledeg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan
Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo”
yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M,
atau 887 H.
6. Mihrab
atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan
prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating
Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di
depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini
dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
7. Dampar
Kencana, benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai
hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V
Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521
– 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah
mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
8. Soko
Tatal/Soko Guru, yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka
atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630
cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata
angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya
Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di
timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan
Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.
9. Situs
Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak
sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di
tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.
10. Menara, bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan
dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan
modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti
KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R. Danoewijoto, H. Moh Taslim, H.
Aboebakar, dan H. Moechsin.[16]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kerajaan
Demak didirikan oleh Raden Fatah, putra dari Raja Brawijaya V
(Bhre Kertabumi) dengan seorang putri Campa sekitar tahun 1500 M. Setelah
berhasil mengalahkan Majapahit dan memindahkan seluruh perangkat kerajaan ke
Demak. Kerajaan Demak terletak didaerah Bintoro atau Gelagahwangi yang
sebelumnya merupakan daerah kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit. Kerajaan
Demak merupakan kerajaan Islam pertama ditanah Jawa dan berkuasa selama hampir
setengah abad sebelum runtuh dan berganti nama menjadi Pajang.
Kerajaan
Demak mencapai kejayaan pada masa Sultan Trenggono, kejayaan ini terlihat dari
kemajuan di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan. Di bidang ekonomi,
Demak merupakan negara yang menjadi daerah penghasil beras dan penghubung jalur
perdagangan nusantara,. Di bidang sosial dan politik, Kerajaan Demak memiliki
daerah kekuasaan yang luas dan menjadi pusat penyebaran Islam. Di bidang kebudayaan,
Kerajaan Demak menjadi pelopor dari lahirnya karya-karya sastra Jawa yang
berakulturasi dengan budaya Islam.
Kerajaan
Demak runtuh akibat perebutan kekuasaan dan pembalasan dendam diantara para
penerus kerajaan tersebut, yaitu antara Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar
Ing Seda Lepen dengan Sunan Prawoto, anak dari Sultan Trenggono.
Sebuah pelajaran dari sejarah
bahwa perebutan
kekuasaan dan perpecahan dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan. Bangsa Indonesia harus belajar
dari sejarah Kerajaan Demak jika tidak ingin hancur, bukan tidak mungkin jika
para penguasa negeri ini melakukan kesalahan yang sama
maka nasib negeri ini akan seperti Kerajaan Demak.
B.
Saran
Keterbatasan informasi dan ketelitian penulis dalam menyusun
makalah ini, menjadi sebab adanya keurangan-kekurangan yang tidak dapat kami
hindari. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penambahan
wawasan bagi para penulis khususnya.
[5] Analisis
sendiri dari (Soermarsaid Noertono. Kerajaan Islam Pertama di Dunia), hal. 38
[7]
Analisis sendiri dari (http://id.wikipedia.org/wiki/Raden_Patah#Pemerintahan)
[9] Analisis
sendiri dari (Soermarsaid Noertono. Kerajaan Islam Pertama di Dunia), hal. 44
[11] Analisis
sendiri dari (Soermarsaid Noertono. Kerajaan Islam Pertama di Dunia), hal. 46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar